Pelan-pelan, aku mulai
mencintaimu, Lemon!
Aku
mengganti nama kontak nomormu di hape-ku menjadi ‘lemon’. “Minum yang banyak.
Ini, minumlah!” katamu sembari menyodorkan segelas aqua lagi padaku.
Malam
itu, adalah malam terakhir pertemuan kita dalam suatu hubungan yang pantas.
Karena, keesokan harinya kamu telah menjadi seseorang yang ‘tidak pantas’
menjalin hubungan yang ‘berbeda’ dengan kebanyakan orang lainnya.
Jalinan
cinta kita terlalu singkat untuk dikatakan dalam 2 bulan terakhir ini. Kamu yang
tetap setia menjaga suhu hubungan kita; aku yang mulai sedikit egois dalam
menyikapi respon-respon datarmu.
“Beli cincin, yuk!”
“Boleh.”
“Dijari mana akan kamu pakai cincin itu?”
“Dijari mana akan kamu pakai cincin itu?”
“Di jari manisku, tentunya.”
Aku
kehilangan kata-kata untuk mengungkapkan perasaanku padamu. Kamu tak pernah
mengatakan “Maukah kamu menjadi pacarku?” ataupun sebaliknya diriku. Kita
masing-masing tak mampu mengatakannya, entah karena merasa tak penting dengan
perkataan itu ataukah karena hal lainnya. Namun yang pasti, hubungan kita telah
mengarah kesana; kepada jawaban atas pertanyaan yang belum sempat terucapkan
tersebut.
“Unun,
miss you!”
Aku
selalu tersentak dengan semua kata rindumu. Aku harus siap kehilangan dirimu
sewaktu-waktu. Aku harus siap menjalani kehidupan seorang diri. Kita sadar akan
tembok besar yang menjadi penghalang kita. Namun, kita tak pernah takut akan
perpisahan itu. Kita telah menyadari sejak awal, kita akan terpisah, kita
memang terpisah, dan sudah seharusnya demikian.
Badan kita memang terpisah.
Namun, apalah gunanya jika kita masing-masing tahu kemana hati ini harus
berlabuh?
Sebuah
tulisan singkat, untuk Lemon. Terimakasih atas semua kisah yang pernah ada!
Terimakasih untuk cincin dijari itu, dan terimakasih untuk perkenalan diakhir
perjuanganmu. Aku bahagia menjadi gadis yang berdiri diujung sana menyaksikanmu
menjadi seseorang yang hebat. Dimanapun aku, siapapun aku, aku senantiasa
mencintaimu! *Unun, 27 Mei 2015*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar