Terlalu
sering aku menulis tentang kesibukanku yang sangat banyak. Kesibukan yang
membuatku harus memberikan waktu sepenuhnya kepada sesuatu yang dinamakan ‘pekerjaan’.
Dan aku menyadari tak ada ruang dalam diriku untuk mencintai seorang lelaki,
diumurku yang ke 23 ini, bahkan.
Ketika
banyak lainnya masih sangat bersantai-santai menjalani sebuah hubungan, aku
malah menjadi sedikit takut dengan kegagalan yang pernah dialami; tembok tinggi
kubangun dan kubatasi gerakku dalam ruangan percintaan agar tak terjadi hal
yang sama. Hasilnya, sifatku menjadi sangat pemilih.
Mungkin
angka 23 adalah angka yang sangat muda. Tetapi tidak untukku yang menganggap
waktu adalah segalanya. Aku, yang tidak suka membuang waktu untuk mendampingi
lelaki yang tidak punya komitmen yang sama denganku. Aku, yang tidak suka
membuang waktu menangisi lelaki yang tidak pernah mencintaiku. Aku, yang tidak
suka membuang waktu menjalani hubungan pacaran santai yang akan berujung pisah.
Aku, yang tidak suka membuang waktu membangun hubungan kembali dari nol. Itulah
mengapa aku menjalani dengan serius semua hubunganku, yang walaupun dengan
usaha keras pada akhirnya harus berakhir pula dengan perpisahan. Aku memulai
dari nol lagi. Dan aku tidak menyukai hal tersebut. Oleh karena traumaku akan
hal tersebut, aku membatasi diriku yang sekarang. Benar-benar membatasi diri
dan mempagari diri dari sesuatu yang berbau ‘jatuh cinta’. Aku mengisi semua
waktuku dengan bekerja. Membuat otakku terus bekerja. Aku mencurahkan segenap
diri untuk pekerjaanku. Dan aku mencintai kesibukanku tersebut.
Tujuh
bulan berlalu; dia…
Tak
terasa tujuh bulan tlah berlalu. Aku menyukai setiap detik yang kualami selama
waktu tersebut. Namun, tujuh bulan itu telah berakhir, karena aku sekarang
dihadapkan dengan waktu yang tidak sesibuk dulu. Tidak hanya itu. Aku bertemu
seseorang. Dia..
Dia..
haruskah aku menuliskan sebuah puisi untuknya? Lelaki yang telah menyita hampir
2 minggu waktuku. Lelaki yang mengambil alih seluruh pikiranku. Lelaki yang
membuat malamku terasa lebih nyenyak. Lelaki yang memberi warna berbeda di pagi
hari.
Bagaimana
kami berkenalan? Dimana aku bertemu dengannya? Kata pertama apa yang aku
ucapkan saat bertemu dengannya?
Telah
kutemukan yang aku impikan, kamu yang sempurna..
Lirik
lagu Rossa dan Afgan itu membuatku merinding. Apa arti dari sebuah
kesempurnaan? Apa definisi sempurna? Konyol ketika harus kukatakan bahwa kamu
sempurna dimataku karena telah meluluhkan pertahanan diri ini. Aku tidak bisa
mendefinisikan kesempurnaanmu dari bentuk fisikmu atau dari sifat lain yang
kamu miliki. Aku hanya mampu mengatakan kamu sempurna karena telah mengangkatku
menjadi wanita yang sedikit lebih baik dari kemarin. Dalam ketegasanku
mengambil keputusan, terimakasih.
Kamu
sempurna bagiku, ketika kamu memarahi keras kepalaku. Kamu sempurna bagiku,
ketika kamu tidak setuju dengan pendapat konyolku. Kamu bahkan terlalu
sempurna, ketika kamu mengatakan kamu menganggapku adikmu.
Kita
tidak ditakdirkan bersama, itu hal biasa yang akan terlupakan.
Aku
tak merasakan hal yang luar biasa ketika kamu mengatakan aku hanyalah adikmu.
Kita memang tidak ditakdirkan bersama karena begitu banyak perbedaan, dan sudah
kukuatkan hatiku jauh sebelum hari dimana kamu mengatakan hal itu. Aku masih
harus memahami dirimu lebih dalam lagi, dari semua sisi yang tak kelihatan.
Hal
ini akan terlupakan dengan cepat. Aku hanya membutuhkan waktu untuk terbiasa dengan
semua itu. Ingin rasanya larut dalam kesedihan, namun perasaan sedih itu
hanyalah wujud ungkapan rasa berbeda yang akan aku jalani nanti keesokan
harinya, ketika semua tidak lagi sama seperti kemarin-kemarin.
Ternyata,
kamu yang kutunggu, kututup lagi dengan perlahan.
Aku
terlampau sering memendam perasaan, dan menyukai mengungkapkan dengan
tulisan-tulisan aneh. Aku berharap kelak aku memiliki waktu untuk mengingat
semua kisah yang pernah aku tulis. Aku berharap di masa depan nanti, disaat
banyak memori tlah hilang, disaat otakku tak kuat lagi mengingat, aku bisa
sedikit terhibur dengan tulisan-tulisanku ini. Aku berharap kelak suatu saat
aku memiliki waktu untuk menyukaimu sekali lagi, ditempat yang berbeda. Aku berharap
masih bisa terus menunggumu, walaupun perlahan aku mulai menutup lagi seperti dulu
hati ini; aku mulai menyibukkan diri dengan pekerjaanku (lagi).
Aku
berharap, kelak aku tak kehilangan kenangan akan kita. Kenangan dimana kamu
pernah memberi warna yang baik dalam sebagian perjalanan kehidupanku. Aku berharap,
kelak Tuhan memberikan kebahagiaan untuk kita masing-masing. Dimanapun kamu,
dan aku, semoga berbahagia, Partner.
3.20pm,
ditengah ruangan ini, bangku biru menemani.
Oebobo,
22 Juni 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar