Seminar
Nasional ini diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Alumni (FORKOMA) PMKRI.
Kegiatannya dilaksanakan di Hotel Aston, Senin, 16 Februari 2015 tepat pukul
10.00 WITA. Acara pembukaan dimulai dengan pidato dari Ketua MPR-RI Zulkifli
Hasan. Sialnya saya datang terlambat sehingga saya tak bisa mendengar pidato
beliau.
Acara
berikutnya adalah Seminar Nasional dengan Tema “NTT Darurat Trafficking”. Bapak
Heri Soba selaku moderator memberikan kesempatan kepada Aliansi Menolak
Perdagangan Orang (Ampera) NTT untuk memaparkan sedikit tentang kasus
trafficking yang ada di NTT. Perwakilan Ampera, Bapak Gregorius R. Daeng, menjelaskan
dengan memberikan foto-foto terkait para korban kasus trafficking, Kartu Tanda
Penduduk yang dipalsukan, para pelaku, dan beberapa foto lainnya. Beliau
menegaskan bahwa masalah trafficking adalah trending topic baik skala daerah
atau nasional dan NTT merupakan basis dari perdagangan orang yang sedang
terjadi.
Masuk
kepada pembicara pertama dalam seminar kali ini yakni Bapak Dr. Cosmas
Batubara. Beliau memaparkan gambaran secara umum tentang mengapa terjadi
perdagangan manusia. Beliau memulai dengan yang pertama adalah masalah
ketenagakerjaan. Setiap tahun terus bertambah jumlah dari pencari kerja. Disisi
lain pun ada perencanaan pertumbuhan ekonomi.Disini beliau melihat adanya
perbedaan antara kemampuan pertumbuhan ekonomi dengan kemampuan menciptakan
lapangan kerja. Ada kesenjangan lapangan kerja. Hal kedua yang menjadi sorotan
beliau adalah penyerap tenaga kerja sudah bergeser yang mana dulu di sektor
agraria, sekarang sudah mulai bergeser ke sektor industri, dsb. Tenaga kerja
sebagian bisa bekerja penuh 42 jam per
minggu, ada juga yang hanya 2 atau 4 jam per minggu.
Indonesia
merupakan negara yang terpaksa menyerap tenaga kerja dari luar, karena tenaga
kerja di dalamnya tidak bisa diserap. NTT sendiri mempunyai kelebihan tenaga
kerja. Secara nasional, tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia mayoritas
masih lulusan SD atau drop out SD. Hal ini mengakibatkan penempatan mereka di
lapangan itu mengalami kesulitan. Pendidikan umum masih lebih banyak
dibandingkan pendidikan personal atau kejuruan sehingga berpengaruh terhadap
penyerapan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena hal inilah maka para tenaga kerja
itu mudah sekali dibujuk dan dirayu oleh para pencari keuntungan yang
memanfaatkan kesempatan ini.
Menurut
Bapak Cosmas, berdasarkan pengalaman-pengalaman yang terjadi maka untuk menyikapi
kasus perdagangan manusia ini ada beberapa pelaku yang harus menjadi perhatian
sekarang yakni:
1. Desa-desa
yang memiliki potensi harus sejak awal melakukan pencatatan dengan baik tentang
berapa tenaga kerja dari desa itu yang kemungkinan bisa untuk pergi ke luar
negeri. Pencatatan awal di desa adalah untuk mengetahui dengan jelas latar
belakang para tenaga kerja. Oleh
karena itu yang perlu dilakukan adalah
memperbaiki mutu birokrasi di pedesaan yang mana merupakan persyaratan agar
tidak terjadi perdagangan orang. Dengan
kata lain, desa harus memiliki kecakapan untuk mengetahui dengan jelas
potensi-potensi yang ada di desa tersebut.
2. Kelemahan
yang terjadi sekarang adalah birokrasi untuk surat menyurat dipemerintahan dari
desa sampai tingkat yang terlibat seperti pembuatan passport, KTP, dll.
Semuanya itu tentunya harus diperbaiki. Kasus ini terjadi karena para korban
tidak kuat untuk mengikuti prosedur atau alur yang panjang tadi sehingga ada
pihak ke dua atau ketiga yang menjadi sebagai perantara yang memanfaatkan
mereka.
3. Setelah
melihat hal-hal tersebut, timbullah pemikiran baru bahwa untuk bepergian ke
luar negeri tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar. Menyikapi hal tersebut
dunia perbankan perlu memikirkan tata cara bagaimana orang mempunyai akses ke
perbankan agar mereka tidak menjadi korban dengan cara menggadaikan atau
menjual harta supaya bisa pergi ke negara lain.
Menurut
beliau, berantaslah dari akar. Didunia ini ada sekelompok orang yang
memanfaatkan kelemahan orang lain untuk memuaskan diri sendiri. Oleh karena
itu, mulailah dari desa, birokrasi yg baik, dan akses perbankan. Semua akan
menjadi lebih baik jika ini menjadi program dari pemerintah, bukan dari suatu
kementerian. Jika hal ini menjadi program pemerintah, maka seluruh aparat
negara terlibat didalamnya. Kalau hanya program dari departemen tenaga kerja
dan transmigrasi, maka akan tetap menjadi masalah seperti sekarang ini.
Diakhir
penjelasannya, Bapak Dr. Cosmas Batubara ini memberikan 3 kesimpulan atas apa
yang telah beliau bicarakan sedari tadi, yakni:
1. Jika
pertumbuhan tenaga kerja masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi dalam
penyiapan lapangan kerja, masalah ini akan masih terus berlanjut.
2. Jika
pendidikan umum masih lebih banyak dan belum diarahkan ke pendidikan personal
atau kejuruan, maka masalah ini pun masih akan terus berlanjut.
3. Selama
pemerintah tidak menjadikan masalah perdagangan orang sebagai program
pemerintah, maka tentulah hal ini akan tetap menjadi masalah.
Beliau
memberikan saran agar kiranya hasil diskusi ini dapat menjadi bahan masukan
bagi pemerintah daerah setempat khususnya NTT agar NTT dapat menjadi lebih
baik.
Pembicara
kedua yakni Bapak Dr. Kamelus Deno memaparkan hal yang tidak jauh berbeda
dengan Bapak Cosmas Batubara. Beliau melihat Human Trafficking melalui
pendekatan penyelesaian masalah. Menurut beliau, masalah perdagangan orang
adalah masalah yang besar. Beliau menggunakan data dari Kabupaten Manggarai
sebagai contohdan ada beberapa hal yang
harus diperhatikan yakni:
1. Dilihat
dari segi pendidikan: Tenaga Kerja Antar Daerah (TKAD)yang pendidikan terakhirnya
SD atautidak tamat SD lebih besar dibandingkan SMP dan SMA.
2. TKAD
dan TKI yang mengurus dokumen legal sangatlah sedikit.
Menurut
Bapak Dr. Kamelus Deno, ada hubungan antara Usia dan Tingkat Pendidikan para
tenaga kerja. Namun, yang terjadi sekarang adalah para tenaga kerja yang belum
cukup umur dilarang bekerja sedangkan yang tidak sekolah atau tidak tamat tidak
dilarang untuk bekerja. Padahal, usia dan pendidikan menujukkan kapasitas
tenaga kerja.
Angkatan
kerja yang ada di Manggarai sebanyak 131.000jiwa dari total 330.000 penduduk.
Dari 131.000 jiwa itu ada 70,13% bergerak di bidang primer: pertanian, buruh,
dll. Hal ini menunjukkan bahwa yang dikirim untuk bekerja baik TKAD atau TKI
itu adalah 70,13% angkatan kerja ini. Sehingga sama saja ketika dikirim pun
mereka itu mengerjakan pekerjaan dibidang pertanian, buruh, dll, bukan di
sektor sekunder.
Beliau
setuju dengan Bapak Cosmas Batubara bahwa masalah tenaga kerja itu merupakan
persoalan negara, bukan satu kementerian saja. Beliau memiliki harapan bahwa NTT
dapat menjadi pasar kerja bersama. Dalam leluconnya beliau mengatakan bahwa daripada pergi ke Kalimantan untuk tanam
kelapa sawit, mending di daerah sendiri untuk tanam jagung. Dan beliau
menekankan harus ada koordinasi level nasional bahwa para tenaga kerja diterima
di tempat bekerja sesuai dengan kualitas dan syarat yang seharusnya.
Pembicara
terakhir dalam seminar ini, Bapak Petrus Selestinus, SH, lebih menekankan
kepada dimana aspek hukum yang ada di NTT. Beliau menyayangkan setiap kasus perdagangan
orang yang terjadi di Indonesia, selalu ada anak NTT didalamnya. Dan yang lebih
menyedihkan lagi, menurut beliau, kedatangan tim dari Mabes Polri ke Polda NTT
menyampaikan bahwa NTT merupakan Provinsi Nomor 1 di Indonesia untuk masalah
trafficking. Hal ini membuka mata kita tentang apa yang terjadi di NTT,
seolah-olah hukum di NTT tidak berjalan, pemerintah daerah sekana tidak terlalu
memperhatikan masalah ini, dan polisi pun minim dalam menangani kasus ini.
Undang-undang
yang dikeluarkan pemerintah sejak tahun 2007 seakan tidak berarti karena
melihat sampai sekarang perdagangan orang sudah menjadi hal biasa seperti kasus
pencurian dan lain-lain.
Beliau
menegaskan bahwa kejahatan perdagangan orang tidak hanya dilakukan oeh satu
orang, tetapi melibatkan banyak orang. Oleh karena itu perlunya penanganan
kasus yang melihat secara keseluruhan.
Usai pembicara terakhir memaparkan
penjelasan terkait tema seminar yakni NTT Darurat Trafficking, moderator
memberikan kesempatan kepada Kepala Satuan Tugas Pemberantasan Human
Trafficking Polda NTT, Bapak Cecep Ibrahim, S. IK, untuk menjelaskan sedikit
terkait tema tersebut. Bapak Cecep pun menjelaskan panjang lebar tentang
bagaimana polisi menangani kasus perdagangan orang yang sangat lama dan tidak
gampang. Namun, beliau memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas
trafficking di NTT dengan mengatakan bahwa siapapun orangnya, apapun
pekerjaannya, kalau terlibat dalam masalah perdagangan orang maka akan tetap
beliau proses.
Seminar
yang memakan waktu sekitar 2 jam itu diakhiri dengan tanya jawab/diskusi dan
makan siang bersama.
Sekarang
kita bisa tahu bahwa masalah perdagangan orang itu masalah yang serius. Banyak
orang terlibat didalamnya, banyak unsur berperan. Oleh karena itu, butuh
kerjasama kita semua untuk sama-sama mendukung pemberantasan human trafficking,
khususnya yang ada di tanah air beta, NTT tercinta ini. Mau siapa lagi yang
peduli dengan tanah kita kalau bukan kita sendiri? Ayolah Generasi Baru
Indonesia, para pemuda-pemudi daerah NTT, KATAKAN TIDAK PADA PERDAGANGAN ORANG.
STOP BAJUAL ORANG NTT! (Intan Nuka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar