Aku benci
keadaan ini. Bagaimana mungkin mencintaimu dianggap sebagai suatu gangguan bagi
perkembangan kehidupanmu? Aku berpikir berulang-ulang untuk meluruskan
pemahamanku tentang arti dari mencintaimu. Aku tidak mendapatkan titik celah
untuk melepaskanmu dari ingatanku. Kamu tak memiliki alasan yang pasti untuk
ditinggalkan. Dan bagaimana mungkin sekarang aku dikatakan sebagai pengganggu?
Aku hanya
mencoba mencintaimu dengan caraku, caraku yang sangat biasa. Melemparkan sebuah
pesan pagi untukmu dan menggenggam lagi nanti dengan mendengar suaramu di malam
hari. Aku tak tahu cara mencintaimu yang lebih istimewa dibandingkan dengan
wanita-wanita cerdas lain diluar sana. Aku hanya mampu menyebut namamu dalam doaku
setiap hari sebagai bentuk caraku memelukmu dari jauh. Hanya itu. Lalu,
bagaimana mungkin aku dikatakan sebagai pengganggu?
Aku tak
memungkiri bahwa pikiranku ingin untuk memilikimu lebih dari ini, aku ini
menggenggam tanganmu secara nyata bukan sebagai angin belaka yang hanya bisa
kurasakan. Aku juga tak bisa mengelak keinginan tubuh ini yang ingin memelukmu
sebagai cara terakhir dan terbaik untuk menenangkan hatiku yang gelisah. Aku
ingin mengecup keningmu sebagai bentuk cinta termanis yang kupunya. Aku ingin
mencium tanganmu sebagai wujud rasa hormatku sebagai wanita kepadamu. Tetapi,
bukankah ini hanyalah sebuah perasaan normal wanita sepertiku? Mengapa ini
harus menjadi suatu perkara dimana aku diletakkan sebagai pihak bersalah karena
telah mengganggumu?
Aku menyadari
dengan benar keterbatasanku, dan bagaimana perbedaan kehidupan kita. Semua yang
terjadi sementara ini aku yakini sebagai suatu kebetulan yang tak bisa aku
hindari. Kata ‘pengganggu’ yang diarahkan kepadaku benar-benar menyiksaku; seolah-olah
aku akan dan telah menghancurkanmu. Aku hanya melalui semua hariku dengan
pikiran-pikiran anehku tentangmu, pikiran aneh yang sangat aku nikmati. Aku tak
berani berjuang mempertahankanmu secara nyata, karena aku terlalu tahu
batas-batas kita. Hanya itu yang bisa kuperbuat disisa waktu yang kita miliki
bersama. Sekarang, apakah aku masih dianggap sebagai pengganggu kehidupanmu?
“Aku tak berniat
mengacaukan semua rencanamu. Aku hanya memiliki perasaan yang tak bisa kutolak;
aku sendiri tak tahu darimana datangnya. Aku hanya merasa bertanggungjawab
dengan perasaan yang telah ada. Tuhan mungkin mengirimku untuk mencobaimu,
tetapi Ia tahu bahwa kamu membutuhkanku, juga!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar