Kamu menyimpan sisa-sisa kenangan tentang mimpi yang harus kita gapai bersama. Kamu beri sejuta harapan ketika tangan saling menggenggam. Aku yang awalnya berdiri kaku, dengan perlahan dan akhirnya mantap mengayunkan kaki ini melangkah bersamamu. Aku bergerak dari dunia asalku, mencari sesuatu yang baru denganmu. Kamu tak pernah menyangka gadis lugu sepertiku mau menerima ajakanmu. Aku melihatmu tertawa bahagia dan berlarian layaknya anak kecil yang sangat senang mendengar kabar gembira.
Detik demi detik kita lalui dengan segala perasaan. Aku mulai merasa semua tak segampang yang kita rencanakan. Ada kerja keras dan perjuangan didalamnya. Lutut ini ngilu, kaki sudah tak kuat menopang badan. Kamu memegang tanganku dan menatapku dalam. "Kita tak boleh berhenti disini, Sayang." Aku merasa tersihir dengan semua itu. Aku merasa energiku kembali banyak dan aku berjalan lagi. Aku kuat karenamu.
Cobaan tidak habis disitu. Rasa bosan mulai mendatangi setahun perjalanan kita. Hal yang monoton dan terbiasa dilakukan menjadi sumber utama kemalasan itu. Aku, sebagai wanita bebas, ingin melakukan hal-hal baru lagi. Aku tak suka dengan hal yang itu-itu saja. Kamu menyadari itu, dan sebelum aku terlalu jauh bosan akan semua itu kamu melakukan hal baru yang diluar dugaanku. Kejutan-kejutan kecil yang membuatku malu. Aku tak pernah sadar bahwa selama ini kamu telah melakukan banyak hal baru bagiku; aku saja yang menganggapnya terlalu biasa.
Tahun demi tahun kita lalui bersama. Kita mengulang hal-hal yang sama tepat hari jadi kita. Kebiasaan kita dan semua hal unik lainnya. Aku tak lagi bosan seperti dulu. Semua hari yang kita jalani adalah kejutan dan hal-hal baru yang berulang.
Kita punya sepatu kembar, topi, baju, celana, gelas, piring, sendok, semuanya berpasangan. Kita selalu bangun di jam yang sama untuk melakukan ritual-ritual aneh nan unik yang mungkin hanya ada di hubungan kita ini. Kamu selalu memegang sikat gigiku dan memperagakan cara menyikat gigi yang baik dan benar. Dan aku selalu menikmati mencukur jenggotmu yang sangat nakal bertumbuh dengan cepatnya.
Hari ini tepat 5 tahun kepergianmu, Sayang. Aku bahkan masih mengingat dengan jelas semua tentang kita. Pertama kali kita bertemu, caramu memanggil namaku, caramu mengejekku. Ketika kamu marah, senang, jengkel, aku masih mengingatnya. Masih ingatkah kamu dihari jadi kita yang ke 4, kita sepakat untuk tidak mandi seharian? Kita makan dalam keadaan badan penuh keringat karena seharian bekerja dan mengatur pesta kecil dibelakang rumah. Kamu memakaikan kalung bertuliskan namamu di leherku. Aku sempat protes mengapa bukan namaku, dan kamu dengan santai menjawab,"Bukankah aku adalah kamu dan kamu adalah kamu? Apalah arti nama di kalung itu.."
Ah Sayang, setiap malam aku berharap untuk terus memimpikanmu. Kenangan kita tak bisa aku lepas begitu saja. Aku yang diejeki oleh semua temanku karena masih terus berharap akan cintamu. Aku memang terlihat sangat konyol karena hal itu. Namun, apakah salah semua ini, Sayang? Aku mencoba menjalani sisa hidupku dengan memilih menjadi seorang wanita single. Aku memilih menutup rapat hatiku dari semua pria yang datang menawarkan cintanya padaku. Aku terlalu kuat dengan bentukan kenangan kita, Sayang. Aku tak ingin melepas pergi semua itu begitu saja. Toh aku nyaman-nyaman saja dengan hal tersebut. Aku masih bekerja dengan normal. Semuanya baik-baik saja. Mungkin, kehidupan cintaku yang tidak dikatakan normal oleh mereka.
Aku selalu terbangun di malam hari karena rindu mendalam padamu. Ingin rasanya memelukmu dengan erat, mengecup bibirmu dengan hangat. Aku terlalu jauh memikirkanmu. Aku melakukannya setiap detik, menit, jam, hari, bulan, bahkan bertahun-tahun. Tak ada yang kuubah dari kebiasaan kita. Tak ada sedetikpun, sama seperti tak ada satupun yang kulupakan dan kubiarkan terlewat dari pikiranku.
Cintamu terlalu menakjubkan untukku. Aku bersyukur terlahir untuk memilikimu hingga maut menjemputmu. Aku sedih karena tak bisa melewatkan umur-umur ke depan ini bersamamu disini. Tetapi aku bahagia, Sayang, karena kamu terlahir memang hanya untukku saja. Kita sama-sama terlahir hanya untuk hidup diantara kita berdua. Kamu pergi meninggalkanku di hari bahagia kita, hari dimana kita pertama kali berjumpa, hari dimana kamu menyukaiku karena aku menyanyikan mazmur di gereja. Hari dimana kita berjumpa, hari itulah hari dimana kita berpisah. Sayang, cintamu seputih kamis putih itu, diantara bintang-bintang yang gemerlap di atas sana, dan malam yang semakin naik ke atas, ketika Pastor memberikan doa terakhirnya, aku menangis dan melihatmu, kamu menggenggam erat tanganku dan berkata, "kamu intanku."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar